Monday, February 27, 2012

Ketika Mas Gagah Pergi … dan Kembali


Bukavu adalah karya pertama Mbak Helvy yang kubaca, dan sukses membuat saya terpikat. Sebuah sastra islami yang memiliki kedalaman makna dan menyentuh hati. Kemudian berlanjut dengan membaca Titian Pelangi, kumpulan cerpen duet antara Mbak Helvy dan Mbak Asma. Meski berukuran kecil ternyata Titian Pelangi pun mendapat tempat di hatiku, meski Bukavu masih menjadi nomor 1, yang beberapa cerpennya ternyata diangkat kembali ke dalam buku Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali.

Awalnya kupikir buku ini adalah novel hasil pengembangan dari cerpen Mas Gagah, ternyata saya salah besar. Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali, merupakan karya re-packed dari buku Ketika Mas Gagah Pergi yang pernah terbit tahun 1997 oleh Pustaka Annida. Karena belum membaca buku terbitan Pustaka Annida tersebut, saya pun tidak dapat membandingkan kedua buku tersebut. Namun yang pasti, bentuk buku ini tetaplah kumpulan cerpen, dengan kisah Mas Gagah yang mendapat tambahan cerita sehingga berbentuk novelet.

Cerpen yang sangat berkesan buatku adalah Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali, dan Lelaki Berhati Cahaya. Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi dan Kembali sudah pasti menjadi andalan dalam buku ini, dan ternyata memang layak dijadikan ‘headline’. Saya dibuat terkagum-kagum dengan sosok Yudistira, yang jujur malah mengalahkan karakter Mas Gagah. Semangatnya untuk menebarkan ilmu dimanapun dan kapanpun benar-benar nyetrum. Dan tak usai-usainya saya berpikir, koq bisa Mbak Helvy kepikiran membuat tokoh yang inspiratif dengan cara dakwah yang sering berada di tempat-tempat yang tidak lumrah.

Sejak awal membaca Lelaki Berhati Cahaya, saya dibuat bertanya-tanya , ‘emang semengerikan apakah sosok Muhammad Amir sampai semua orang menghardiknya??’ Sebal juga membaca komentar dan perlakuan nyinyir orang-orang di sekitarnya, padahal orangnya subhanallah, luar biasa baiknya. Namun, begitu penulis memaparkan wajah dari si tokoh Amir, saya dibuat deg-degan membayangkan orang dengan bentuk rupa seperti itu. Ya Allah, seandainya saya berjumpa dengan Amir, bisa jadi reaksi yang saya pun akan melukainya, meski sekadar memalingkan muka. Dan cerpen ini membuat saya menangis.

Masalah pendidikan, pemerintah, dan sosial pun menjadi tema yang coba dipaparkan lewat cerpen-cerpen. Berbeda dengan Bukavu yang cenderung agak njelimet, cerpen di dalam buku ini lebih mengedepankan kesederhanaan dan kemudahan dalam menyerap pesan moral sekaligus renungan mengenai dunia Islam.Kesederhanaan itulah yang membuat cerpen-cerpen dalam buku ini akan mampu memberikan pencerahan untuk pembaca dalam bersikap dan berpikir.

Judul: Ketika Mas Gagah Pergi ... dan Kembali
Penulis: Helvy Tiana Rosa
Editor: Tomi Satryatomo
Penerbit: Asma Nadia Publishing
Cetak: Pertama, Juli 2011
Tebal: 245 hlm
Bintang: ****
Pinjam dari Mbak Nadiah

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → Ketika Mas Gagah Pergi … dan Kembali

Wednesday, February 08, 2012

Kemi, Cinta Kebebasan yang Tersesat


‘Bukan Novel Biasa’. Label itulah yang tercantum di bagian depan sampul buku yang memiliki ilustrasi menarik ini, apalagi ketika membaca tema yang diusung bukan hal yang lazim diangkat dalam ranah novel. Tema pergolakan pemikiran liberal memang lebih sering terurai dalam karya non fiksi. Kemi, seorang santri yang tiba-tiba ingin keluar dan melanjutkan kuliah ke Jakarta menjadi awal cerita yang sarat dengan dialog dan pemikiran liberal vs islam.

Aktivitas yang dipenuhi dengan keramahan, fasilitas lengkap, akses mudah, dan suasana yang nyaman di Kampus Damai Sentosa, membuat Kemi keblinger ketika dirimu dicekoki sebuah paham yang dinilai keluar dari kebenaran. Kyai Rois yang merasa turut bertanggung-jawab dengan apa yang terjadi pada diri Kemi, akhirnya mengirim Rahmat untuk mengajaknya kembali ke pesantren. Apalagi, upaya Rahmat masuk ke Kampus Damai Sentosa juga dilatar-belakangi tantangan Kemi, yang menyatakan pemikirannya pasti akan berubah jika telah masuk ke kampus berbasis liberal.

Berbekal ilmu dari Kyai Rois dan Kyai Fahmi, Rahmat ‘berhadapan’ dengan Kemi maupun para pakar dan aktivis yang menamakan dirinya Islam Liberal. Walaupun sebagian besar cerita berisikan ‘perang’ pemikiran, ada selipan getar-getar cinta antara Rahmat dengan Siti, salah seorang ujung tombak gerakan feminisme, yang juga teman seorganisasi Kemi. Berada di lingkungan baru tidak membuat Rahmat kikuk, bahkan segala berjalan mulus, sampai saat Rahmat ‘membantai’ pemikiran rektor kampus dan Kyai Dulpikir.

Sebenarnya agak kurang sreg juga sih, saat membaca bagian dialog Rahmat dan pemikiran dua tokoh liberal, dimana para tokoh tersebut terlihat tidak cerdas dalam ‘melawan’ gempuran Rahmat dan hanya mengandalkan pernyataan yang berputar-putar. Apakah memang pemikiran liberal cenderung berputar-putar dan ngenyel? Untuk sosok Rahmat sendiri memang dideskripsikan sebagai orang yang hampir sempurna, cerdas, alim, plus ganteng, sedikit mengingatkan dengan tokoh-tokoh pria dalam buku Kang Abik. Novel ini tidak menyajikan alur dan plot cerita selayaknya novel islami yang cenderung lembut, tapi lebih mengutamakan pembahasan tentang dialog pemikiran islam vs liberal.

Adapun bab yang menurut saya agak aneh adalah hasil wawancara antara Bejo dan Dokter Ita. Walaupun maksudnya menguak sesuatu yang tabu, tapi dialog tersebut malah terdengar tidak etis, apalagi cara Bejo bertanya terbilang kasar. Rasanya bab tersebut seperti hanya selipan yang sebenarnya tidak terlalu penting, mengingat isinya tidak banyak berpengaruh pada kelanjutan kisah. Mungkin maksud penulis ingin memaparkan tentang cara berpikir kaum feminis, tapi malah terkesan dipaksakan. Saya cenderung berpendapat, alangkah baiknya jika sosok Siti yang lebih diperkuat sebagai ‘ikon’ feminis dalam buku ini.

Terlepas dari kekurangannya, saya benar-benar tertarik dengan tema yang diangkat dalam novel Kemi ini, dan berharap ada lagi penulis yang berkenan mengulik pemikiran islam vs liberal lebih dalam dan dipadukan dengan balutan fiksi.

Judul: Kemi, Cinta Kebebasan yang Tersesat
Penulis: Adian Husaini
Penerbit: Gema Insani Press
Cetak: Pertama, April 2010
Tebal: 316 hlm
Bintang: ***

:: ingin buku seken/murah bermutu? mampir ke FB Parcel Buku yuk! ::
Readmore → Kemi, Cinta Kebebasan yang Tersesat
 

Yuk Baca Buku Islam Template by Ipietoon Cute Blog Design