Saturday, December 17, 2016

Think Dinar!

Judul: Think Dinar! | Penulis: Endy J. Kurniawan | Editor: Asma Nadia | Penerbit: AsmaNadia Publishing | Terbit: Ketujuh, Juni 2012 | Tebal: xxii + 298 hlm | Bintang: 4/5


“Nilai Dinar tetap sama semenjak masa Rasulullah Saw. Hingga kini, Dinar tetap mampu membeli seekor kambing.”
Percaya? Kita tahu bahwa harga kambing selalu naik setiap tahunnya, tapi selalu bisa terbayar dengan 1 Dinar. Selama ini yang banyak dikenal adalah mata uang kertas yang SELALU mengalami inflasi. Contoh sederhana, dulu uang 100 bisa membeli 3 permen, saat ini 100 sudah seperti tidak ada harganya, bahkan sering digantikan permen sebiji oleh perusahaan market.
 
Awalan buku ini diisi dengan pentingnya seorang muslim kaya, bukan sekadar kaya hati tetapi juga kaya harta. Pemikiran tentang zuhud yang menjadi teladan dari Rasulullah saw., bukan berarti membuat umat muslim malas untuk mencari harta karena zuhudnya masa Rasulullah, bukan dalam arti miskin, tetapi mereka memiliki kebebasan finansial. Umat muslim perlu kembali memformat pengertian dari kaya secara finansial.
“Negara kita terikat banyak hal dengan IMF, termasuk diantaranya tidak mengijinkan untuk mengkaitkan nilai tukar Rupiah dengan emas. … pelarangan ini jelas-jelas merugikan negara-negara berkembang yang memiliki sumber emas tersendiri dalam jumlah besar seperti Indonesia. (h.117)
Sistem kapitalis sudah lama menjerat umat muslim dan sering menyebabkan masalah, wacana dalam buku ini sedikit banyak akan mencerahkan kepala tentang alasan di baliknya. Inflasi adalah masalah keuangan yang dapat menyebabkan tabungan dalam bentuk mata uang kertas memiliki potensi mengecil, bahkan hilang. Maka, perlu adanya simpanan ke dalam asset riil yang nilainya terjaga atau naik, yakni asset yang nilainya tetap terhadap komoditas lainnya, seperti berinvestasi dalam bentuk emas/dinar. Nilai emas/dinar sendiri kemungkinan besar memiliki tren kenaikan, terutama jika dijadikan simpanan tahunan.
 
Sebenarnya, ada beberapa aset yang menguntungkan, seperti tanah atau rumah, tapi memilikinya membutuhkan modal besar, sedangkan untuk mendapatkan emas bisa dilakukan dengan nilai di bawah sejuta. Maka dari itu, adalah bahasan dalam buku ini yang mengangkat tema bahwa mempunyai emas tidak harus menunggu kaya. Dinar pun dapat dikumpulkan dulu dalam bentuk dirham/perak supaya meringankan pemilik asset.
“Hakikat uang dalam pemahaman Islam, adalah sama antara nilai intrinsic dengan nilai ekstrinsiknya. Ini yang disebut mata uang yang ‘adil’ yang dimiliki Dinar dan Dirham.” (h.96)
Contoh kasus adanya nilai intrinsik dan ekstrinsik yang adil adalah saat mata uang kertas disobek menjadi dua dan satu bagian dibuang, uang tersebut sudah tidak lagi bernilai, sedangkan untuk emas/dinar, ketika dibagi menjadi beberapa bagianpun tetap akan memiliki nilai jual. Hal inilah yang membuat emas/dinar lebih bernilai uang dibandingkan media yang saat ini banyak kita jumpai.
 
Dalam buku ini juga dipahamkan tentang alasan-alasan lain bagaimana nilai emas/dinar akan menjadi jaminan/asuransi yang bermanfaat dan tidak akan tergoyahkan saat inflasi terus menjajah pasar atau ekonomi suatu negara. Selain itu, buku ini juga banyak bertutur tentang ekonomi Islam yang lebih adil dalam memposisikan keuangan dan uang. Sebuah sistem yang menjadikan kesejahteraan sebagai milik bersama, bukan hanya milik mereka berduit.
“Dalam bukunya Ihya Ulumuddin, sang Imam mengungkapkan bahwa Allah menciptakan emas dan perak sebagai ‘hakim’ yang adil dalam memberikan nilai atau harga. … Artinya, Al-Ghazali percaya bahwa memang Allah menciptakan emas dan perak sebagai alat tukar yang adil dalam transaksi.” (h.245)

Readmore → Think Dinar!

Friday, December 09, 2016

Khadijah, Mahadaya Cinta

Judul: Khadijah, Mahadaya Cinta | Penulis: Fatih Zam | Editor : Sukini | Penerbit: Tinta Medina | Terbit: April 2011 | Tebal: 240 hlm | Bintang: 2/5



“Itulah tujuan akhir cinta, Laila. Menciptakan keharmonisan dan keseimbangan. Semua menuju pada apa yang diinginkan Tuhan. Kedamaian.” (Perempuan Renta ~ h.87)
Pemandangan senja menjadi pembuka kisah. Senja yang tergambar melalui mata tua yang menikmati keindahan semburat tenggelamnya sang matahari. Laila dan sesosok Perempuan Tua yang tak diketahui asal-usulnya ini, berbicara banyak hal tentang kehidupan sembari menyelami senja di lantai atas rumah. Laila yang sudah tak memiliki ayah-ibu dan saudara menganggap si Perempuan Renta ini adalah satu-satunya keluarga.
“Senja itu indah, tapi durasinya singkat. Malam itu pekat, tapi durasinya lebih lama ketimbang senja. Hidup itu indah, tapi sementara. Kematian adalah pemutus kenikmatan dan waktunya lebih lama.” (h.46)
Hingga suatu saat perbincangan mereka beralih pada masalah cinta. Laila berjumpa dengan seorang pemuda, penjual dan pengrajin tembikar, Nahar. Karakter Nahar dalam berdagang tergambar dengan teladan Rasulullah saw, terutama pada kejujurannya. Laila terkesan dan hati Nahar pun tergoda melihat seorang gadis cantik di depan kedai tembikarnya. Cinta bersambut, keduanya menyerap cinta dengan perasaan dan ketakutan masing-masing. Seperti, perbedaan status si kaya dan di miskin menjadi pemikiran Laila dan Nahar.
“Serasi? Apakah serasi mesti selamanya sama, Laila?”
Saat lamaran diajukan Nahar, Laila memiliki syarat. Syarat, sebuah kata yang selalu mengitari kehidupan Nahar akhir-akhir ini, dan membuatnya bertanya-tanya, ada apa dengan syarat. Kenapa selalu ada syarat dalam kehidupannya. Pemikiran yang kemudian menggiringnya pada sebuah keyakinan, “Nahar sampai ke kesimpulan paling mendasar dalam hidup, bahwa miskin dan kaya, sehat dan sakit, tinggi dan pendek, jelita dan buruk rupa adalah syarat dari Tuhan. Karena muaranya sama, mencapai tiang takwa yang menjadi jembatan menuju surga.” (h.122)
 
Syarat Laila, lamaran Nahar diterima jika dia bersedia datang ke rumahnya, setiap senja, dan mendengarkan Perempuan Renta menuturkan kisahnya. Sayangnya, menurut saya, pelaksanaan syarat tersebut tidak tergambar dengan baik, saya tidak terlalu menangkap bagaimana Nahar dan Laila berinteraksi dengan si Perempuan Renta. Bahkan, awalnya, saya kurang menangkap bahwa kisah Cinta Khadijah dan Rasulullah saw sebenarnya dituturkan melalui Perempuan Renta. Saya berpikir alur berjalan sendiri-sendiri, seperti pada serial Muhammad dari Tasaro Gk, tapi menyimpan makna yang saling mempengaruhi.
“Iman mesti bercokol di hati, maka lisan dan anggota badan akan seirama. Dia akan dibutakan oleh iman. Iman sanggup membutakan, Laila. Kebutaan yang pasti diingini semua orang.” (h. 103)
Selipan kisah romantis antara Bunda Khadijah dan Rasulullah saw sendiri tidak ada yang baru, lebih berfungsi sebagai ‘penekan’ makna cinta dalam kisah Laila dan Nahar. Sebuah cinta yang sarat dengan memberi, “… yang lebih dinantikan olehnya (Khadijah) adalah manakala dirinya menjadi tempat berkesah bagi suaminya. Meredakan lelah dan kesah seorang kekasih adalah hal paling istimewa ketimbang bermanja-manja. Karena dengan itu, kehadirannya benar-benar berharga.” (h. 141)
 
Novel ini dipenuhi dengan perenungan dengan gaya bahasa yang puitis. Tentang cinta, kehidupan, dan pengorbanan. Banyaknya perenungan inilah, yang membuat saya sendiri kurang merasakan kemulusan susunan alur dan plot dalam cerita, terkadang ada kesan meloncat-loncat dalam kisahnya. Satu lagi, hingga akhir cerita, misteri siapa sebenarnya sosok Perempuan Renta juga tidak terjawab.
“Takwa adalah nama lain dari termampunya manusia memenuhi dan melewati sarat dari Tuhan. Takwa adalah medali atau tiket bagi manusia yang sudah berhasil melaksanakan syarat dari Tuhan. Tiket takwa itulah yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang posisinya dekat dengan Tuhan. … Yang terpenting, mereka bisa memenuhi syarat yang telah digariskan Tuhan dalam hidupnya.” (h. 123)

Readmore → Khadijah, Mahadaya Cinta

Friday, December 02, 2016

Belajar Hidup dari Hidup Rasulullah saw

Judul: Belajar Hidup dari Hidup Rasulullah saw | Penulis: 'Amru Khalid | 
Penerjemah: Atik Fikri Ilyas, Yasir Muqashid, Hikmawati | 
Penerbit: Maghfirah |  Terbit: Kedua, Juni 2007| Tebal: 376 hlm | 
Bintang: 5/5


Sebaik-baiknya teladan adalah Rasulullah saw, teladan sebagai pemimpin, sebagai orang tua, sebagai suami, sebagai pengusaha, sebagai teman. Intinya, keseluruhan hidup Rasulullah saw. sangat patut untuk dijadikan teladan bagi seorang muslim. Pertanyaannya, apakah seorang muslim bersedia menjadikan segala unsur dalam diri dan proses dakwah beliau sebagai teladan hidupnya?
“Seseorang yang menyatakan cintanya kepada Rasulullah, dia harus bertanya pada dirinya; Apakah dia sering menyebut namanya? Apakah dia melakukan apa yang diperintahkan? Apakah dia mempelajari sejarahnya yang mulia? Apakah petunjuknya dapat mengalahkan pendapat dan hawa nafsumu?”
Sebelum mengenal Rasulullah saw lebih dalam, penulis mengajak untuk mengetahui apa dan kenapa seorang muslim perlu mengenal, mencintai, dan meneladani sosok Rasulullah saw. Pertanyaan-pertanyaan mendasar disuguhkan untuk dijawab dengan jujur demi mengetahui keabsahan dari cinta seorang muslim kepada Rasulullah saw.
“Muhammad adalah seorang manusia yang dipuji dari kalangan manusia, dan Ahmad  adalah orang yang paling banyak pujiannya kepada Allah. … tidak ada manusia yang lebih banyak pujiannya kepada Allah daripada Rasulullah saw” (h.15)
Kenapa kita harus mencintai Rasulullah, salah satunya, karena Beliau sangat mencintai umatnya, bahkan pada umat Islam yang belum berjumpa dengannya. “Rasulullah pernah berucap, ‘… saudara-saudaraku adalah orang-orang yang datang setelahku dan beriman walaupun mereka belum pernah melihatku. Sungguh aku sangat merindukan mereka, maka aku menangis.” (h.368) Meski belum pernah berjumpa, kelak di hari Akhir, Rasulullah saw akan mengenali umatnya dari bercahayanya wajah karena wudhu, maka inilah salah satu keutamaan dari shalat.

Kecintaan kita kepada Rasulullah memang tidak sebanding dengan para sahabat, tetapi kisah-kisah tentang kecintaan para sahabat kepada Rasulullah saw memperlihatkan betapa agungnya sosok beliau. Bahkan, kecintaan para sahabat terukir pada keinginan yang besar untuk bersanding dengan Rasulullah saw di surga. Maka, penulis memberikan beberapa faktor yang bisa menguatkan cinta kita pada Rasulullah saw, salah satunya adalah banyak membaca dan mempelajari sejarah Rasulullah supaya mengenal kehidupan, jihad, kasih sayangnya, dan segala hal yang berkaitan tentang sejarah Rasulullah (h.37)

Tak sekadar memaparkan tentang alasan dan keistimewaan mencintai Rasulullah, penulis juga mengisahkan sejarah hidup beliau, terutama perjalanan dakwah hingga kematian. Sebenarnya, kisah perjalanan Rasulullah yang disampaikan tidak jauh berbeda dengan sirah nabawiyah lainnya. Tapi yang membuat buku ini berbeda adalah adanya penutup di setiap babnya yang merangkum pelajaran apa yang bisa diambil. Selain itu, dalam penuturan setiap perjalanan Rasulullah saw, penulis akan menyelipkan analisa dan pertanyaan renungan untuk memperkuat pembaca mengenal dan memahami kehidupan Rasulullah.
Pembahasan detail tentang upaya Rasulullah saw mencari suaka ke 26 kabilah (disertai penjelasan nama-nama dan penerimaan kabilah terhadap Rasulullah saw), menjadi pengetahuan baru bagi saya. Pencarian suaka ini dilakukan karena dakwahnya terhadap orang-orang Quraisy tidak membawa hasil. Proses awal sebelum hijrah, perkenalan lalu agenda pertemuan-pertemuan Rasul dengan perwakilan rombongan dari Madinah, hingga sampai di tanah Madinah juga disampaikan dengan mendetail.
“Sesungguhnya, cita-cita besar untuk memperbaiki Negara dan kondisi kita, dapat terwujud dengan cara bekerja keras dan berkorban, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi saw. lewat sentuhan tangan Rasulullah, akhirnya wajah dunia dapat berubah setelah mada duapuluh tahun. Apakah sekarang kita bisa memahami makna firman Allah swt, ‘Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alama’ (Al-Anbiya [21]:107)”
Rasulullah adalah sosok pemimpin yang membumi. Dalam berdakwah beliau tak sekadar menyampaikan tapi juga membimbing sahabat-sahabatnya untuk memberikan ilmu penunjang dakwah. Salah satu yang berkesan adalah bagaimana Rasulullah membekali delegasi-delegasinya dengan ilmu bahasa hingga membuat mereka mudah untuk menyampaikan dakwahnya. “Kekuatan memerlukan pengembangan bakat dan keahlian. Rasulullah suka sekali mempelajari  bahasa asing dan mengembangkan bakat dengan berbagai cara. Kekuatan tidak akan tercipta melainkan dilakukan oleh para pemuda cerdas yang memiliki kemampuan dan bakat.”

Sirah ini tidak hanya berkutat pada sosok Rasulullah, tapi juga terselip kisah-kisah keteguhan para sahabat dalam mempertahankan keimanan dan agamanya. Kecintaan Rasulullah saw kepada umatnya terasa sekali dalamnya, tidak ada kebencian dalam dirinya, perlindungan senantiasa diberikan dengan menepis tawaran-tawaran Malaikat Jibril untuk menghancurkan para musuh Islam. Setelah membaca kedalaman cintanya, bagaimana bisa umatnya tidak mencintai Rasulullah saw?
“Perjalanan hidup Rasulullah saw, ‘Risalah perbaikan bumi’, yakni kisah menangnya kebenaran dan kebajikan di atas kebatilan, juga upaya pembentukan kepribadian, merupakan sebuah misi yang berlangsung selama duapuluh tiga tahun, yang ditujukan kepada umat manusia seluruhnya.

Readmore → Belajar Hidup dari Hidup Rasulullah saw
 

Yuk Baca Buku Islam Template by Ipietoon Cute Blog Design