Tuesday, August 29, 2017

Cinta yang Membawaku Pulang


Berpisah dari ayah, adik, suami dan anak, dijalani Shabana di tanah Afghanistan yang bergolak. Hingga berita yang membahagiakan datang dan menghadiahinya perjalanan yang diimpi-impikannya, ke Masjidil Haram. Harapan Shabana datang ke Masjidil Haram tidak hanya karena kerinduannya hadir di rumah Allah, tetapi juga berita keberadaan Sang Ayah, Massoud Kamal, di tanah Arab.

Kehadiran Shabana di tanah Arab digambarkan dengan detail, begitupun saat tokoh melaksanakan ibadah haji. Penulis mendeskripsikan suasana dan realita Masjidil Haram dengan hidup sehingga saya sendiri seperti ikut merasakan setiap tahapan ibadah haji. Potongan-potongan sejarah juga banyak diselipkan penulis lewat percakapan Shabana dengan sepupunya. Sayangnya, perang Afghanistan yang menjadi latar pokok konflik kurang banyak diangkat oleh penulis.

“Shabana merasa sekujur tubuhnya bergetar. Terngiang di telinganya ungkapan kakeknya semasa Shabana kecil. Saat bercerita tentang sirah Nabi, kakeknya mengutip sebuah hadist, ‘Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji, lalu berziarah ke makamku setelah aku meninggal dunia maka dia seperti berziarah kepadaku ketika aku masih hidup.’ Dan kini, Shabana berada di dalam jarak yang teramat dekat dengan Nabi. Dekat sekali.” ~ h. 79 

Pencarian Ayah Shabana ternyata tidak selancar dugaannya. Informasi yang sudah di depan mata, seperti dilempar ke sana kemari. Konflik bertambah, saat terlihatnya Faisullah, suami Shabana, yang disangka telah meninggal di saat lempar Jumrah. Kebahagiaan Shabana semakin merekah ketika sepupunya mengamini kemunculan suami. Sayang, takdir tidak sepaham hingga sebuah pernikahan meruntuhkan senyum di bibir Shabana.

Adanya latar perang Afghanistan adalah poin pertama yang membuat saya tertarik dengan novel Cinta yang Membawaku Pulang. Berlanjut, ketika membaca, bagaimana penulis menghidupkan suasana haji dan selipan sejarah tempat di Masjidil Haram, dalam alur cerita Shabana, saya benar-benar excited untuk menyelesaikan kisahnya. Namun, semakin ke belakang drama pencarian Shabana terasa seperti diulur-ulur.

Konflik batin Shabana dengan realita tentang suaminya juga terlalu cepat ‘selesai’, sehingga masalah antara Shabana, Maryam dan Faisullah seperti sesuatu yang enteng. Meski begitu, saya hampir keseluruhan penutup kisah setiap tokoh utamanya, bukan akhirnya menyenangkan tapi menggantung dan berpotensi untuk kemunculan sekuelnya.

Cinta yang Membawaku Pulang |  Agung F. Aziz |  Indiva Media Kreasi | September 2013; 296 hlm | 3/5 bintang

Readmore → Cinta yang Membawaku Pulang

Saturday, August 19, 2017

[Cerita Buku] Cinta yang Membawaku Pulang

#CeritaBuku #CintayangMembawakuPulang


Salah satu novel @penerbitindiva yang sudah jadi incaran karena baca-baca ulasannya di Goodreads memancing rasa penasaran. Begitu ada even #IndivaBookFair, novel #AgungFAziz menjadi salah satu pilihan dari empat buku lainnya ...

Semoga kisahnya sesuai ekspektasi 😄😄 #NowReading #NovelIslami
Readmore → [Cerita Buku] Cinta yang Membawaku Pulang

Wednesday, August 16, 2017

Sunnah Sedirham Surga


“Ilmu bagi Guru seakan penghias bagi sesuatu yang lebih tinggi nilainya: Adab. … Pada seorang guru yang sebenar berilmu, akan kau reguk Adab yang tak disediakan oleh buku-buku. (Ibn ‘Athaillah As-Sakandary)” ~ h.124

Ilmu penting, tapi adab tak kalah penting. Seorang yang berilmu bisa menjadi sombong jika tidak dibarengi adab yang menjadi pelembut ilmu. Masalahnya, ‘pelajaran’ adab tidak selalu terpenuhi dari kitab atau buku. Dibutuhkan figur yang ‘memperlihatkan’ kesantunan meski dalam hal keilmuan tak perlu diragukan. Perlu bersosialisasi dan merenungi kehidupan tanpa henti supaya kebijaksanaan dapat hadir seiring dengan bertambahnya ilmu dan usia.

Tak ada sesuatu yang dapat diraih dengan cara instan. Sunnah Sedirham Surga ingin memperlihatkan betapa indahnya adab yang dimiliki Rasulullah, Sahabat, Tabiin dan para alim ulama. Pembaca bisa membaca dan melihat bagaimana sebuah adab di atas keilmuan bisa menciptakan kedamaian dan kesantunan yang melingkupi perbedaan.

Menurut saya, buku ini salah satu wacana yang coba mengkritisi, atau sindiran halus, tentang kondisi masyarakat, khususnya muslim, yang mudah tersulut perbedaan pendapat. Perkara yang sering muncul adalah ketika satu sudut pandang yang kita peroleh, lalu ditahbiskan sebagai tolok ukur kebenaran, hingga kemudian segala yang masih serupa tapi tak sama pun dihukumi berbeda dan menyimpang. (Sepeminum Kopi)

“Yang layak disebut buruk sebab kita gemar sekali menghabiskan waktu untuk menilai orang lain dan melupakan diri kita sendiri. Padahal kita akan dihadapkan pada Allah dan ditanyai tentang diri kita, bukan tentang orang lain.”

Kumpulan tulisan Ust. Salim A Fillah dibagi menjadi empat bab, yang hampir kesemuanya menuturkan tentang bagaimana para alim ulama bersikap dalam keseharian terutama terkait dengan perbedaan pemikiran yang tidak menghalangi rasa tepo seliro satu sama lain, sikap yang juga memperlihatkan bagaimana adab dalam berilmu. Memperlihatkan bagaimana para ulama yang memiliki kesetiaan pada keshahihah ilmu sejalan dengan keteguhan mereka mencintai umat dan perdamaian.

Bergaya bahasa yang lembut nan santun, Ust. Salim menuliskan buah pikirannya dengan pesan yang dalam. Dimulai dari bab Teladan Salaf untuk Para Mukallaf, seperti judulnya kumpulan tulisan banyak berhikmah dari para salafush shalih. Begitupun dengan bab selanjutnya, Belajar Bajik dari Ulama Klasik. Kedua bab ini sekaligus memberikan potongan-potongan sejarah Islam di masa silam.

Bab ketiga, Oratoria Para Kesatria terasa lebih tegas dengan tulisan yang bertemakan kepemimpinan dan menyentil kekuasaan. Bab ini diakhiri dengan kisah tentang Malcolm X sebagai sosok dengan perjalanan kehidupan hitam tapi berujung pada keislaman yang indah. ‘Dan Sesungguhnya amal-amal itu ditentukan oleh penutupnya.’ (H.R Ahmad)

Tak luput dibahas para alim ulama nusantara dalam bab Belantara Cendekia Nusantara, tentang ‘polah’ luwes mereka dalam menanggapi perbedaan tanpa menggunakan kata kasar, apalagi kekerasan. Seperti kisah dua ulama yang berbeda keyakinan tentang bedhug dan kenthongan bisa mengkondisikan sekitar ketika mereka saling bersilaturahmi.

“Meksi, jika kita sangat yakin bahwa pendapat kita yang benar, dalam kesantunan akhlaq selalu ada cara untuk mengamalkannya tanpa menyinggung hati sesama” ~ h.252

Sunnah Sedirham Surga | Salim A Fillah | Pro U Media | 2017; 268 hlm | 5/5 bintang

Readmore → Sunnah Sedirham Surga

Saturday, August 12, 2017

[Kutipan Buku] Sunnah Sedirham Surga

#KutipanBuku#SunnahSedirhamSurga (74/265)
"Apabila manusia menghindar darimu
di saat engkau berada dalam derita,
maka ketahuilah bahwa Allah menghendaki,
agar Dia sendiri yang menangani urusanmu.
Dan cukuplah Allah sebagai sebaik Dzat yang Diserahi" ~ Imam Asy Syafi'i


Readmore → [Kutipan Buku] Sunnah Sedirham Surga
 

Yuk Baca Buku Islam Template by Ipietoon Cute Blog Design